Beberapa teman mengeluh tentang keinginan untuk menyendiri sementara sebenarnya selama masa pandemi ini kita bisa dibilang jauh dari interaksi. Tapi toh saya juga merasa begitu. Ingin menjadi orang asing sehari dua hari. Tanpa hubungan-hubungan serius. Tanpa label-label identitas.
Barangkali ini adalah momen di mana beberapa orang termasuk saya memasuki titik jenuh (kompromi) pandemi. Melakukan atau tidak melakukan apapun kita dalam beberapa bulan ini, energi kita ternyata dikuras oleh sosok yang tidak akrab. Sebab bagaimanapun juga, sesuatu berubah. Bahwa penyair favorit kita telah tiada misalnya. Dan pertanyaan-pertanyaan mesti kita relakan jadi gema tanpa bidang pantul.
Namun seorang teman mengusik tentang hakikat energi semalam, membuat saya membayangkan kebingungan, kecemasan, ketakmengertian adalah materi yang kita lepas. Adalah energi. Dalam beberapa waktu belakangan ini, ke mana semua itu bergerak?
Berbagai perubahan dan anomali seperti butir manik yang dirangkai tergesa. Tusuk, sulam. Kalung sepanjang apa yang hendak dibikin? Dan setelah jadi, apakah kita punya nilai tertentu untuk memakainya? Layakkah? Bahkan cuaca demikian resah dan sejumlah peristiwa menyudutkan kita untuk menekan tombol autopilot: sembarang! Berapa kali kamu kehilangan kendali selama pandemi ini?
Saya? Saya tidak berkendara ke mana pun selama pandemi ini. Dan fakta bahwa ternyata duduk diam sebagai pengalaman baru pun membuat saya tak betah, toh diam-diam membisikkan harapan semoga pandemi ini segera berakhir. Semoga sebuah arah akhirnya tampak.
2020
Komentar
Posting Komentar