: penyair wahyu
Aku membaca puisi di kegelapan malam hari, aku membaca puisi di tengah orang-orang sibuk, tapi suara dan kecerdasanku bagai radio 1940, pasar tidak bergerak dalam kata-kataku, dibunuh di atas kertas, seperti vampir, aku menghisapi darah dan memadamkan lampu
Orang-orang bermimpi tentang polusi lagi, tentang udara yang bisa dihirup meski belum dicuci, sementara di situ, dua ratus juta virus seperti kembang transparan yang kaurawat dengan rajin, apakah aku salah satu kupu-kupu di situ, dunia telah menjadi taman favoritmu untuk menanam segalanya, dendam, hutan-hutan untuk dilelang, bayi-bayi, jalan ribuan kilometer ke masa depan untuk dihapus
Kenapa tidak kau bawa aku juga kalau kau memang menuju ke tempat yang tidak ada, instagram dan twitter membawa orang-orang ke kamar mandiku, hanya untuk berbagi sabun dan odol dengan kesepian, dan jalan-jalan ke luar angkasa juga dipangkas, untuk menghemat pikiran, orang-orang menghias koran dengan cuaca buruk, anak-anak dengan senapan dan bekas peluru, negara yang gagal menyelamatkan nyawamu setiap hari
Atau aku harus jadi kupu-kupu dalam puisi itu, yang putih bagai kanvas, di dalam setiap kata, setiap jeda, setiap kekosongan, seorang pelukis selalu menggoreskan kuas raksasanya, angin, hujan, dan daun gugur diperlambat, bagai lagu tidur, tapi bulan dan matahari yang kuimpikan itu, tetap jauh?
2020
Komentar
Posting Komentar