Lemari baju saya tidak bisa menampung baju lagi. Penuh, sementara di kamar masih ada segunung pakaian kotor yang belum saya cuci. Namun keinginan beli baju lagi, selalu ada. Selalu ada.
Kepala saya beberapa hari ini juga begitu. Over-aktif. Sudah tidak bisa menampung pikiran lagi. Namun kata-kata baru selalu ada.
Saya punya blog, menulis 2 buku harian, berbagi informasi di WhatsApp dan 2 akun Instagram, tetapi kata-kata terus ada. Saya bicara serius tentang suatu topik dengan 4 orang sekaligus via chat. Namun kata-kata masih ada. Saya nonton film untuk meredam kata-kata. Pukul 11 malam, saya tidur. Dan dalam mimpi kata-kata ada. Saya bangun pukul 6 dengan kepala penuh kata. Rasanya ingin terus bicara, merilis kata-kata dalam kepala ini. Barangkali isi kepala saya adalah sebuah kamus yang harus dicuci.
Saya tahu saya butuh puisi. Namun dalam situasi begini, menulis puisi hanya akan menjadi bak pembuangan. Sementara tubuh dan psikis saya belum siap menyambut puisi. Sebab isinya itu, kamus yang harus dicuci. Bagaimanapun puisi adalah kata-kata yang bersih. Seharusnya saya datang ke sebuah diskusi yang galak. Bicara panjang sampai semua kata terbebaskan atau bungkam di pojokan sebab akhirnya menyadari tidak ada kata yang berarti perlu disampaikan. Saat itu, saya akan punya tempat untuk menyambut puisi. Di sebuah lemari yang lowong dan lega.
Saya harus segera menemukan tempat pencucian untuk segala ini.
2020
Kepala saya beberapa hari ini juga begitu. Over-aktif. Sudah tidak bisa menampung pikiran lagi. Namun kata-kata baru selalu ada.
Saya punya blog, menulis 2 buku harian, berbagi informasi di WhatsApp dan 2 akun Instagram, tetapi kata-kata terus ada. Saya bicara serius tentang suatu topik dengan 4 orang sekaligus via chat. Namun kata-kata masih ada. Saya nonton film untuk meredam kata-kata. Pukul 11 malam, saya tidur. Dan dalam mimpi kata-kata ada. Saya bangun pukul 6 dengan kepala penuh kata. Rasanya ingin terus bicara, merilis kata-kata dalam kepala ini. Barangkali isi kepala saya adalah sebuah kamus yang harus dicuci.
Saya tahu saya butuh puisi. Namun dalam situasi begini, menulis puisi hanya akan menjadi bak pembuangan. Sementara tubuh dan psikis saya belum siap menyambut puisi. Sebab isinya itu, kamus yang harus dicuci. Bagaimanapun puisi adalah kata-kata yang bersih. Seharusnya saya datang ke sebuah diskusi yang galak. Bicara panjang sampai semua kata terbebaskan atau bungkam di pojokan sebab akhirnya menyadari tidak ada kata yang berarti perlu disampaikan. Saat itu, saya akan punya tempat untuk menyambut puisi. Di sebuah lemari yang lowong dan lega.
Saya harus segera menemukan tempat pencucian untuk segala ini.
2020
Komentar
Posting Komentar