Seorang laki-laki sangat muda merekomendasikan Clair de Lune untuk saya dengarkan. Muda sekali, 14 tahun. Akhir-akhir ini sering saya temui generasi yang segaris dengannya memiliki tingkat kedewasaan setara dengan laki-laki 25 tahun. They have sense of manners. Cuma begitu, kadang mereka panggil saya Mbak, kadang panggil saya Bu.
Laki-laki muda Clair de Lune ini misalnya. Kami sedang kelas tambahan. Di awal belajar, ia bertanya, "Mbak ngantuk?" Saya jawab iya. Ia lalu meminta maaf dengan gaya candaan yang kikuk, maaf karena mengganggu. Saya lalu memintanya untuk memutar musik. Ia punya playlist very random songs i like di pemutar musiknya. Katanya tiap lagu punya kenangan. Kalau diputar ada yang sedang dipanggil ulang dalam kepalanya.
Kami lalu lebih banyak saling bertukar judul lagu yang disuka daripada belajar bahasa Indonesia.
”Ini terkunci, polanya gimana?"
"N. N kecil." Lalu ia berdehem mengatakan saya orang pertama yang tahu kunci ponselnya. "Pakai saja. Anggap kuota sendiri. Ya, sekarang YouTube-ku sedang dijelajahi dan kuotaku dihabiskan oleh perempuan yang baru beberapa bulan lalu kukenal." Kami jarang ketemu sebenarnya. Tapi dia masuk kategori menyenangkan karena konsumsinya keren.
"Ini. Kamu harus tahu," katanya sambil mengetik c-l-a-i-r-d-e-l-u-n-e.
Saya terpukau. "Sudah. Aku sudah tahu lagu itu." Kami memutarnya. Saya lalu tunjukkan favorit saya, n-o-c-t-u-r-n-o-c-h-o-p-i-n.
"Ah, lagu ini. Akhirnya ketemu." Dia memasukkan Nocturno No.2, Op. 9 ke dalam very random songs i like -nya. Kami dengarkan. Tangan kanannya bermain mengingat tuts piano.
"Sudah punya pasangan?" Dia benar-benar bertanya begitu.
"Belum."
"Umurnya berapa?"
"Dua lima"
Dia mengangguk.
Barangkali dia kenal seorang laki-laki, seleranya pasti bagus.
2019
Laki-laki muda Clair de Lune ini misalnya. Kami sedang kelas tambahan. Di awal belajar, ia bertanya, "Mbak ngantuk?" Saya jawab iya. Ia lalu meminta maaf dengan gaya candaan yang kikuk, maaf karena mengganggu. Saya lalu memintanya untuk memutar musik. Ia punya playlist very random songs i like di pemutar musiknya. Katanya tiap lagu punya kenangan. Kalau diputar ada yang sedang dipanggil ulang dalam kepalanya.
Kami lalu lebih banyak saling bertukar judul lagu yang disuka daripada belajar bahasa Indonesia.
”Ini terkunci, polanya gimana?"
"N. N kecil." Lalu ia berdehem mengatakan saya orang pertama yang tahu kunci ponselnya. "Pakai saja. Anggap kuota sendiri. Ya, sekarang YouTube-ku sedang dijelajahi dan kuotaku dihabiskan oleh perempuan yang baru beberapa bulan lalu kukenal." Kami jarang ketemu sebenarnya. Tapi dia masuk kategori menyenangkan karena konsumsinya keren.
"Ini. Kamu harus tahu," katanya sambil mengetik c-l-a-i-r-d-e-l-u-n-e.
Saya terpukau. "Sudah. Aku sudah tahu lagu itu." Kami memutarnya. Saya lalu tunjukkan favorit saya, n-o-c-t-u-r-n-o-c-h-o-p-i-n.
"Ah, lagu ini. Akhirnya ketemu." Dia memasukkan Nocturno No.2, Op. 9 ke dalam very random songs i like -nya. Kami dengarkan. Tangan kanannya bermain mengingat tuts piano.
"Sudah punya pasangan?" Dia benar-benar bertanya begitu.
"Belum."
"Umurnya berapa?"
"Dua lima"
Dia mengangguk.
Barangkali dia kenal seorang laki-laki, seleranya pasti bagus.
2019
Komentar
Posting Komentar