Sebagai upaya terakhir memahami dan mengembalikan diri pada tempatnya, saya pulang ke rumah.
Kenapa hati kita bisa menentukan beberapa hal dengan semena-mena? Seperti merasa mengenal seseorang lama sekali. Sebuah kota saya rindukan sampai ke dasar mimpi, dan seolah bicara di tiap langkah yang saya ambil untuk pergi, "jangan pergi. Tetap di sini."
Saya mendengarnya. Seorang Kekasih yang mencintai saya melebihi siapapun - di dunia. Mengamankan diri saya dalam pelukan dan keramaiannya yang akrab. Tidak hangat. Akrab.
Dan perjalanan ke Surabaya dari sini tidak pernah tidak semenjengkelkan ini. Belum sampai nyaman duduk saya di kereta, Surabaya telah membariskan daftar tunggu pemburu untuk menembaki saya lagi. Saya telah lolos dari sebuah ancaman kematian. Sekarang sedang menunggu ancaman lain.
Ah, saya sungguh membutuhkan diri saya sendiri. Bersalaman, seperti dalam puisi Wahyu, bersalaman. Tanpa ucapan-ucapan.
Kalau mungkin Tuhan menciptakan saya dari kumpulan tanah yang berbeda, segenggam dari itu pastilah di ambil dari Jogja. Saya bawa bunga yang tumbuh dari tanahmu seperti membawa diri saya sendiri yang wangi dan legi. Dengan deraan seperti ini, saya pastikan segera pulang lagi.
Surabaya, aku ngantuk. Pingin bubuk. Jangan berisik.
Kenapa hati kita bisa menentukan beberapa hal dengan semena-mena? Seperti merasa mengenal seseorang lama sekali. Sebuah kota saya rindukan sampai ke dasar mimpi, dan seolah bicara di tiap langkah yang saya ambil untuk pergi, "jangan pergi. Tetap di sini."
Saya mendengarnya. Seorang Kekasih yang mencintai saya melebihi siapapun - di dunia. Mengamankan diri saya dalam pelukan dan keramaiannya yang akrab. Tidak hangat. Akrab.
Dan perjalanan ke Surabaya dari sini tidak pernah tidak semenjengkelkan ini. Belum sampai nyaman duduk saya di kereta, Surabaya telah membariskan daftar tunggu pemburu untuk menembaki saya lagi. Saya telah lolos dari sebuah ancaman kematian. Sekarang sedang menunggu ancaman lain.
Ah, saya sungguh membutuhkan diri saya sendiri. Bersalaman, seperti dalam puisi Wahyu, bersalaman. Tanpa ucapan-ucapan.
Kalau mungkin Tuhan menciptakan saya dari kumpulan tanah yang berbeda, segenggam dari itu pastilah di ambil dari Jogja. Saya bawa bunga yang tumbuh dari tanahmu seperti membawa diri saya sendiri yang wangi dan legi. Dengan deraan seperti ini, saya pastikan segera pulang lagi.
Surabaya, aku ngantuk. Pingin bubuk. Jangan berisik.
Komentar
Posting Komentar