Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Subuh

Subuh. Adakah subuh permulaan hari? Suatu subuh seseorang menjanjikan pertemuan sebelum perpisahan. "Temui aku sebelum aku pulang," adakah itu ajakan bagi sebuah akhir? Tidak ada akhir, tulis seseorang dalam sebuah surat. Seumur hidup kita tidak pernah berjanji untuk bertemu dengan siapapun. Atau pernah? Ada sebuah pertemuan gaib di luar kuasa kita. Ada sebuah perjanjian gaib di luar bahasa. Adakah aku dan kau menjalinnya, diam-diam? Barangkali kita tak tahu. Barangkali kita merasa tahu. Lalu mencari kepastiannya. Berkali-kali subuh menjelma di antara kita. Terjaga dan tidak terjaga. Adakah diam-diam kita saling bertemu? Kau tidak menyadari kehadiranku. Aku tidak menyadari kehadiranmu. Seperti kita tidak menyadari kehadiran subuh di antara kita. Kita saling melewatkan. Mungkin karena sebuah mimpi yang terlampau asik dan lena. Subuh pergi dariku dan darimu. Atau barangkali, orang lain memotong arah saat aku membangun jalan subuhku buatmu. Dalam tidurmu itu, Kekasihku...

Hukuman

Hari-hari tersita. Menghukum saya dengan kesempitan dan jarak. Seseorang meyakinkan saya untuk melipatnya, tapi dia berada di jarak terjauh dibanding siapapun. Jendela-jendela di handphone mendekatkan segalanya, kecuali dirimu. Waktu istirahat seperti hukuman. Seseorang mengejar masa depan dari tempatnya. Doa-doa membangun jalan lain ke sini, kalau saja ia tidak melewatkan belokan kecil dari jalannya, menuju kota yang semakin mirip televisi. Kanal-kanal kembar, memutar berita kebohongan. Kenapa saya tidak bisa bicara denganmu. Kenapa. Seperti menengok rumah sebelah dari pintu tembusan. Orang-orang bersepakat membangun jalan kecil ini, untuk mereka yang harus memutar di sebuah gang buntu. Bukankah saya telah menemukan kebuntuan dengan menulis puisi ini? Sebuah jam dinding tidak sanggup menyangga dirinya lagi. Di kamar dengan lampu yang sengaja mati, cicak juga sengaja berbunyi. Barangkali segalanya hanya rasa bersalah yang terlalu rumit dinamai. 2019

Nama yang Ditulis di Bangku

di bangku itu kau menulis namamu dengan stipo pinjaman, seorang gadis berkulit hitam berdiri menghadap papan, menghapus catatan-catatan tak terjangkau kenapa kau tak mau menjangkau tangannya, menghentikan drama kelas yang bertepuk sebelah tangan, kita tidak menikmati musik dalam babak itu, seseorang telah sangat salah menyalakan dan mematikan sebuah lampu - siapa yang kau kira mau membaca namamu di situ? 2019

Sebuah Teknik Memahami

"Tamat? Betapa kerap tamat justru berarti permulaan?... "  -  Orang Tua, Bulan Bujur Sangkar, Iwan Simatupang Dialog adalah bahasa yang bergerak dalam siklus. Kita sulit mengingat lagi titik awalnya, kenapa kita membincangkan ini? Tiba-tiba kata-kata mengantar kita ke sebuah tempat. Kadang asing kadang akrab.  Di mana pun kita berakhir, setelah dialog, marka yang diciptakan kata-kata dalam kepala kita ini tidak pernah selesai meniti lintasannya. Dari tempat ke tempat, hidup menjadi. Dari dialog ke dialog. Dialog, di-, menandai kehadiran (setidaknya) dua sudut pandang. Maka di dalam perjalanannya dialog  membekaskan diri pada masing-masing juga. Selalu ada yang tersisa untukmu maupun untukku. Apa yang tersisa untukmu bisa berbeda dengan apa yang tersisa untukku. Dan seperti itu: tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari keduanya. Sebab, dialog adalah bahasa yang bergerak dalam siklus. Dialog yang baik, akan membawa kita ke suatu tempat yang sela...

Kolom Kosmis

datang lagi padamu, pagi empat gigabyte, christchurch dan notre-dame menyala di situ, menggetarkan lonceng seluruh dunia, tubuhmu seperti ester ditimpa cahaya tidak lagi kaucari isa atau musa keluar hidup-hidup, menyiul seekor merpati, sebab tuhan telah memindahkan penyaliban ke kolom kosmis ini, puisiku ikut terpaku di situ, menggigil memeluk kitab yang berduri suara batuk dari seluruh dunia mengental di dadanya, sebuah sungai putih, baru saja, menggenang di bawah kakinya dan bila kauharapkan matahari yang lain menyapa bimasakti besok, maka biarlah bumi mendengar, suara batu-batu candi runtuh di mojokerto dan magelang, setelah christchruch dan notre-dame menyalakan – atau mematikan- lampu kamar ini 2019 PS: Puisi ini saya tulis beberapa waktu lalu karena bingung. Sebuah masjid diserang, sebuah gereja terbakar. Mungkin orang-orang memang ingin meledakkan-Nya.

Hopla