Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Sebagian Jagatraya

Di antara ini puisi-puisi saya ada di laman buruan.co, saya kira boleh diunggah ulang di sini berikut catatan kecil dari dewan redaksinya: Imajinasi Kanak-kanak Dunia kanak-kanak adalah dunia di luar diri penyair. Penyair sebagai subyek berhadapan dengan dunia kanak-kanak sebagai obyek. Tetapi mungkin juga dunia kanak-kanak itu adalah dunia dalam diri penyair itu sendiri, seperti dikatakan beberapa neurolog-psikolog seperti Heyer dan Rothaker, bahwa dalam ketidaksadaran kita terpendam tiga tingkat kehidupan: kehidupan nabati, kehidupan hewani, dan kehidupan kanak-kanak  (Dari Sunyi ke Bunyi: 37). Hartojo Andangdjaja menyebut bahwa terdapat dua jenis puisi yang mengungkapkan dunia kanak-kanak. Pertama, sebuah sajak yang lahir dari kesadaran penulis sebagai subjek orang dewasa dan menempatkan kanak-kanak sebagai objek dalam sajaknya. Kedua, sebuah bentuk sajak yang lahir dari ketaksadaran penyairnya, dengan memunculkan “anak-anak” dalam dirinya. Jika pendapat dari H...

Candi dan Laki-laki

Saya merindukan perjalanan sendiri. Ke Yogya tentu saja. Tapi kemiskinan, seperti juga kelaparan, kata Rendra adalah burung gagak. Maka untuk melipur saya, seorang teman mengajak vakansi regional dua hari satu malam. Teman yang ini punya cara menikmati ruang seperti cara saya menikmati ruang. Dia bilang, "kita jalan kaki di stasiun pun sudah berliburan." Saya selalu suka duduk berlama-lama mengamati kota asing. Tapi kota satu ini tidak asing juga. Ini kota penuh catatan merah dalam pengalaman kami. Pada satu tujuan kami memutuskan mengunjungi sebuah candi, Candi Badut.  Duh, saya wegah badut-badutan. Terakhir kali nonton film horor yang salah satu karakternya badut, saya mengalami gangguan tidur selama lima jam. Tapi tentu saja tidak ada badut yang begitu di candi. Saya cuma interupsi. Saya memutuskan langsung masuk ke area candi tanpa membaca papan informasi yang terpasang di sudut. Semacam cara memahami candi itu tanpa pengetahuan yang kurang perlu. Saya agak mbatin...

Teman

Seseorang tidak bisa tahu apa arti  teman   buat saya. Sekian belas tahun lalu seorang teman pergi. Mungkin saya telah menceritakannya berkali-kali. Kepergian menjadi sangat riil sejak itu. Setiap detilnya. Bunyinya. Arahnya. Jaraknya. Ia seperti penyakit di tenggorokan saya. Membuat saya sulit menelan. Ia hantu nomor 2 dalam kepala saya. Hantu yang saya harapkan mengusir hantu nomor 1. Diam-diam saya membentuk konsep teman  secara utuh, sangat hati-hati. Saya tidak suka sebuah celah yang memungkinkannya rusak. Saya menjadi sangat berhati-hati. Sangat. Ia adalah penghancur yang bisa diandalkan untuk menyerang saya. Naasnya, saya tahu betul seberapa seorang teman berarti bagi saya tapi saya tidak bisa menilai seberapa penting saya baginya. Ketika seseorang berkata bahwa saya adalah temannya, saya menjadi mundur lima langkah. Saya selalu curiga bagaimana ia mengartikan kata teman itu. Saya ingin berbahagia ketika seseorang menyebut saya temannya. Saya ingin berbah...

Tak Ada yang Lainnya

Tidak ada musik mengalihkanku, tidak ada Tuhan memberi tanda. Tidak ada kekasih untuk kupercayai, tidak ada waktu untuk kuharapkan. Malam sudah terlambat berhari-hari. Kita menunggu kedatangannya dari panggilan tuwu yang kecewa, melintang dan kembali. Kengerian dalam konser suara gaduh di kepalaku mendekatkan kota ini ke ujung hidung. Bau hari esok memudar seketika kukenali wujudnya bagai tirai hijau berlapis dan tipis. Aku cuma menerka, menerka, menerka. Bayang-bayang aneka makhluk dengan kepala dan tubuh. Silih berjalan dan mengambang. Seketika beban ini menimpa mata dan punggungku, aku hanya merindukan kegelapan dan mimpi. Di luar sana, orang-orang lelap dan tidak lagi menghitung. Tidak lagi keberatan. Aku mengangankan hidup yang jauh. Keyakinan akan luka dunia dan lukaku sendiri. Aku ingin menjadi pembaca yang sunyi, ikhlas dan bisu. Dunia ini telah menyiksa kedua mataku dengan wajahnya yang buruk rupa. O, Tuhan, mengapa Kau menciptakan makhluk buas itu? Di antara kesenyapan atau...

Tiga Juta Mil dari Sini

Dua hari lalu, 15 Juni Dua orang sahabat mengajak saya ke sebuah department store untuk memilih hadiah ulang tahun sendiri. Setelah berkeliling di store fashion wanita, kami gagal menemukan pilihan yang cocok. Lalu salah seorang mengusulkan menengok store fashion anak-anak. Voila! Kami akhirnya membayar untuk sebuah dress merah muda dengan aksen cape berlabel 13-14. Ya, 13-14. Saya 25 lebih 2 hari, hari itu. Saya menyiapkan baju itu untuk agenda khusus. Setelah mungkin hampir setahun saya bisa memenuhinya. Sampai di rumah, saya sedang menunggu hadiah yang lain. Entah apa, dari seorang kekasih yang selalu harus berbelok ke hutan tak berpenghuni dulu untuk mengatakan, "Ya, aku penuhi keinginanmu." Melelahkan tentu saja. Malam itu ternyata dia merencanakan perjalanan yang lebih jauh. Dia kirimi saya puisinya dan mendadak berlari mundur amat jauh dari tempat kami semula. Saya terkejut dan berusaha tetap kalem dalam keterkejutan itu. Lalu saya lihat dia meletakkan jiwa...

25 Tahun yang Profesional

25 tahun. Secara matematis saya cukup dewasa dan berumur panjang. Membayangkan saya bisa melewati masa hidup ini lagi, apakah saya punya waktu sebanyak itu? Dan apa yang mungkin saya usahakan untuk mengisinya. Saya menjadi diri saya selama ini. Sudah seharusnya saya menjalani hidup ini dengan profesional. Saya punya pengalaman yang panjang dan tidak bisa diremehkan. Tentang apa yang sudah lewat, kekhawatiran-kekhawatiran yang mereda, sekali lagi, yang paling saya syukuri adalah saya bertemu orang-orang asing yang mengagumkan. Kenapa mereka mencintai saya sedemikian? Saya berdoa untuk mereka, semoga saya bukan pengalaman yang mereka sesali. Jika Tuhan memberi kesempatan kembali ke masa-masa lampau, semoga mereka tetap memilih bertemu saya sekali lagi. 2019

Hopla