Beberapa hari, gambar kisah putri duyung yang menatap kekasihnya dalam pertolongan tangan perempuan lain begitu menggoda saya. Tragis. Mungkin itu saatnya di mana ungkapan tangan kanan memberi tangan kiri jangan tahu benar-benar berlaku. Dalam banyak versi, putri duyung kita tidak sukses dalam cerita cintanya. Ia tidak mengakhiri hidup dengan jatuh ke lautan bersama pangeran dan membuat pangeran menyadari siapa penolong sejatinya. Tidak begitu.
Saya mencari beberapa referensi ilustrasi adegan putri duyung memegang belati pemberian saudara-saudara perempuannya yang bersedih. Dan dalam beragam versi akhir kisah, ada satu peristiwa yang tidak berubah: putri duyung kita tidak bisa membunuh kekasihnya sendiri. Semua ilustrasi yang saya temukan menunjukkan gambar putri duyung kita menguntit kamar tempat pangeran sedang tidur, dipeluk perempuan lain (Itu sulit, lho). Kesedihannya -atau kesedihan saya, terpantul di mata itu, di balik pintu.
Ya, Sri Ayu, apapun yang terjadi jangan membunuh kekasihmu sendiri. Yang terpenting adalah bahwa kekasihmu selamat, siapapun yang menyelamatkannya.
Sebisa mungkin saya juga tidak akan membunuh kekasih saya sendiri. Meskipun ia begitu kejam, membiarkan orang lain menolong dirinya sementara saya mati penasaran ingin dia membagi kesedihannya dan memanggil nama saya. Sehingga di waktu-waktu ke depan saya juga bisa melakukan yang sama, membagi kesedihan saya dan memanggil namanya.
Misalnya sekarang ini, saya begitu terkejut dan lemas oleh virus meriang dan radang tenggorokan menjelang ulang tahun saya yang semoga akan jadi berharga. Tapi ini bukan hal lucu yang bisa kamu bagi dengan kekasihmu. Duh. Saya kangen sebuah pesta, limpahan hadiah, dan doa. Padahal saya sudah menulis dalam pesan saya buat diri saya sendiri: semoga bahagia, dan sehat sentosa.
Tapi, ya, begitu. Sri Ayu, apapun yang terjadi jangan membunuh kekasihmu sendiri. Yang terpenting adalah bahwa kekasihmu selamat, siapapun yang menyelamatkannya. Dan seterusnya, dan seterusnya. Dan seterusnya.
Komentar
Posting Komentar