Dalam sebuah wawancara saya ditanya tentang apa yang saya tawarkan dalam puisi-puisi saya. Saya membatin selama dua detik: saya tidak punya tujuan. Lalu saya tertawa mengingat orang yang mengajari saya menulis pasti akan berdecak dan memincingkan matanya sebab berlaku sangat egois dan jujur begitu. Akhirnya saya jawab, saya mencoba berbagi sudut pandang.
Kadang saya merasa berada di lantai paling atas sebuah gedung, saya bisa melihat seluruhnya, orang-orang di bawah sana bersedih dan berbahagia. Saya merasa bisa menangkap semua itu dengan tepat dan dari sana saya mendapat lagi sesuatu yang lain. Saya menulisnya, sebisa saya, tapi orang-orang sulit mengerti.
Padahal saya ingin orang-orang mendapat apa yang saya dapat ketika saya menangkap sesuatu: orang-orang yang berbahagia, orang-orang yang bersedih, orang-orang yang ada di antara keduanya, orang-orang yang tidak di mana-mana. Saya ingin ada yang bisa dengan tepat melihat apa yang saya lihat dalam sebuah momen, terjadi, dari sebelah sini, saya ingin orang itu melihat seseorang di lantai paling atas sebuah gedung. Bahwa saya menangkap dari sudut yang lain. Bahwa dalam perjalanan momen-momen saya sering berhenti di sebuah titik di mana tidak ada seorang pun.
(Kenapa orang-orang tidak bisa memahami, ya Tuhan, semoga bukan karena mereka terlalu bodoh..)
*
Untuk menghibur diri malam ini saya membeli kado untuk ulang tahun saya sendiri. Novel Sad Girl dari Lang Leav yang sudah lama saya inginkan, tiba-tiba ada di sudut rak toko buku dengan sampul merah muda. Saya menulis pesan bagi diri saya sendiri untuk dibaca di malam ulang tahun: semoga bahagia. Sungguh memalukan, apa yang saya lakukan ini.
Komentar
Posting Komentar