Saya jadi tersugesti oleh kutukan itu. Setiap ulang tahun saya menunggu-nunggu kalau Tuhan memberi saya kejutan mahawow. Tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga, halah, ya sudah tentu saya putus asa. Lalu, di gerbang tahun ini saya dikejutkan oleh sebuah keinginan di luar prediksi. Angin mimpi saya berbelok karena sebuah pertemuan-mahaaneh-tidak-akan-saya-bahas-di-sini. Saya mendadak paranoid berbulan-bulan. Semacam kesirep, satu-satunya kalimat paling jelas yang bisa saya katakan untuk menjelaskan situasi itu adalah "saya terkena flu". Flu yang juga sudah pernah saya ceritakan (via tumblr yang itu). Singkatnya, saya jadi ingat lagi pada kutukan Chunky Bar. Lalu beberapa waktu mengusahakan diri, begini, begitu - demi sembuh dari virus flu- aih, saya putus asa lagi.
Setengah mati memanggil kembali diri saya sebelumnya. Yuk, ah, pulang. Saya menata lagi kegilaan-kegilaan, beberapa laci tertukar dalam kepala saya. Sebisa mungkin saya mengembalikan tempatnya semula, tapi, seperti, they were not that fit at all. Saya sampai pada tahap melupakan sakit flu, kutukan Chunky Bar, dan kegilaan saya biasanya. Tapi beberapa laci not that fit. Arah angin yang coba saya kembalikan ke jalurnya seolah bertiup dari lembah yang lain. Nah lho, saya jadi puitis.
Saya sedang tidak ingin berbagi tentang arah angin dan lembahnya itu. Ini tentang kutukan Chunky Bar yang tiba-tiba mewujud dalam situasi maharumit ini.
Di ujung penyerahan diri saya pada seluruh kemungkinan dan kekalahan yang agung, seorang teman mengintrik saya dengan sebuah kalimat, "nah, kamu tahu aku bajingan, kalau kamu pergi apa yang akan terjadi padaku? Kamu itu malaikat pelindungku."
Tentu itu sebuah kalimat yang menjijikkan bagi hubungan kami. Ia katakan itu sambil tertawa setelah saya mati-matian menahan keinginan menjambak rambutnya, sebab ia lagi-lagi melibatkan saya pada sebuah permainan kotor. Tapi lalu ia mengusap pipinya, air matanya jatuh juga. Ia tahu, waktu itu ada buah berduri tiba-tiba pecah di kerongkongan saya. Masak dan merah, saya menahan diri mengunduhnya.
Saya bukan orang yang bisa menimpali hal-hal begitu dengan ekspresi-ekspresi verbal dan normal yang dibutuhkan dalam situasi macam itu. Sepanjang berkendara menuju rumah, satu-satunya yang terlintas dalam pikiran saya adalah Chunky Bar dan seorang malaikat di salah satu lapisan langit. Kalau saja, kalau saja sekali waktu Tuhan membolehkannya mencicipi dunia, apakah ia akan tergiur dengan sepotong Chunky Bar? Tapi di saat bersamaan saya terilhami dan jernih, mata saya yang rabun melihat cahaya-cahaya lampu seperti buah berduri. Seorang malaikat tidak butuh Chunky Bar di sini atau di sana. Sebab ada sebuah rahasia: kita ini sudah di surga. Dunia adalah salah satu kamarnya.
2018
Komentar
Posting Komentar