Semoga Tuhan segera memperbaiki segalanya, membersihkan ledakan dari tajuk-tajuk berita cepat saji, garis waktu di Facebook dan Twitter, bisik-bisik orang di warung makan, yang meski berusaha tidak saya dengarkan tapi tetap mengantar kata-kata kunci yang tertanam rapi di alam bawah sadar saya, juga kabar diam-diam seperti arus listrik bawah tanah dari teman-teman, bahwa sebuah rumah terancam, seseorang ditembak mati di tempat sebab berusaha menembak mati orang lain.
Rasanya saya belum juga pulang. Tiap satu jam saya terbangun karena mimpi bom. Alay. Ketika tidur dan ketika tidak tidur. Seseorang meredam ketakjuban saya yang ngeri itu, bahwa -secara aneh- kata-katanya sungguh berarti bagi kesadaran saya selama lima hari paling buruk di Surabaya. Tapi saya belum tidur nyenyak, selama lima hari itu. Saya merasa bersalah. Saya bilang saya dalam keadaan baik, tapi mungkin maksud saya adalah saya ingin berada dalam keadaan yang baik.
Tapi saya serius menahan diri untuk tidak meledakkan kata-kata Facebook dan Twitter dalam kepala saya, dan kata-kata lain yang lancang terbentuk tanpa saya perintah.
Komentar
Posting Komentar