Suatu malam, tengah malam, saya terbangun oleh suara pukulan palu di tembok rumah. Saya dengarkan seperti datang dari tetangga sebelah. Saya turun dari lantai atas kamar saya. Orang-orang di bawah lelap sekali. Saya kembali naik sampai mengenali suara pukulan palu itu berpindah-pindah gemanya. Tiba-tiba saya ketakutan seolah mendapat firasat aneh. Saya berpikir, apa yang dipukulkan si tetangga di tengah malam begini, dengan irama pukulan begini. Terlalu aneh. Kenapa ia memukulkan palu tepat di sisi rumah orang lain.
Saya bergegas turun kembali. Saya kejar suara pukulan palu itu sayup dari ruang tamu ke kamar tidur bawah. Saya raba tembok rumah saya kalau-kalau terasa getaran. Apapun yang tetangga itu lakukan, jelas bukan sebuah paku yang ia tancapkan ke tembok. Saya terus khawatir, semoga ia tidak sedang menancapkan hal buruk.
Saya terjaga sambil tanpa sadar berdoa dalam hati selama mendengar suara pukulan palu itu. Waktu berhenti, saya lihat satu jam saya berdiri di ujung kasur tempak adik saya tidur. Saya diam memikirkan apa yang terjadi kalau tidak ada seorang pun yang terjaga.
Saya merasa sentimentil, terjaga diam-diam begitu. Tidak seorang pun tahu. Berapa kali diam-diam seseorang menjagamu, duduk di ujung kasurmu, atau waspada di belakang punggungmu, menghalau yang tiba-tiba. Saya tidak kuat membayangkan kebaikan orang lain bagi diri saya.
Saya pasti sudah jahat sekali karena ingin meninggalkan rumah ini. Kota ini. Duh, bagaimana saya bersembunyi? Seorang teman selalu saja menyisipkan pesan sedih di setiap kesempatan: kalau kamu tidak ada.. kalau kamu pergi.. kalau aku tidak punya teman lagi.. Di saat yang sama saya juga membatin: kalau aku tidak ada.. kalau aku jadi pergi.. kalau aku tidak punya teman lagi.. Orang-orang begitu baik. Betapa jahatnya saya pada diri saya sendiri.
Komentar
Posting Komentar