Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2020

Zona Merah

Barangkali memang, sejarah tidak terjadi setiap hari. 24 Maret 2020, Ujian Nasional untuk semua jenjang sekolah ditiadakan.  Kita terancam membeku sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Mendadak kita semua menjelma serumpun anak kembang Ester, menanti musim panas yang tiap pagi makin terasa jauh. Makin terasa, tidak akan datang. (4 hari lalu, Surabaya dilabeli sebagai zona merah persebaran Korona. Kemarin malam, peta sebaran per kelurahan diluncurkan. Sejak 4 bulan lalu saya sudah menduga wabah ini akan serius. Sayang, saya tidak menyiapkan diri bahwa di negeri ini, barangkali, saat itu cuma saya yang menganggapnya serius) 27 Maret 2020, Hari Teater Dunia. Merapi erupsi. Atas inisiatif yang serampangan, rombongan teater saya menggarap proyek kilat, rekaman akustik drama. Naskah turun pukul 2 siang. Laporan terkini penderita korona 893 orang. Dua jam kemudian jadi 1046 orang. 28 Maret 2020, kita tidak merayakan Earth Hour. Tidak ada dunia hari ini. Merapi erupsi lag...

Profesi Penyair di Masa Depan

Seorang teman tiba-tiba mengirim pesan pendek: Menurutmu profesi penyair di masa depan seperti apa? Saya jawab cepat, tergantung situasi kritiknya. Tapi setelah mengirim itu saya jadi membayangkan seluruh dunia. Saya barangkali bukan orang yang kapabel untuk memberi penilaian bagaimana posisi dan peran sastra, khususnya puisi hari ini, dalam ruang universal. Saya hanya melihat sebagian kecil dari lingkaran superkecil. Saya percaya bahwa manfaat sastra ada pada laku tafsir, laku kritik, baik yang wujudnya esai, komentar, atau karya sastra baru. Tafsir, kata seorang kritikus, terjadi pada tataran isi, bukan bungkusnya. Sementara itu, kecenderungan visual telah menggeser pandangan kita ke hal-hal yang berbau "perbungkusan". Lalu, apakah tafsir masih ada di situ? Saya optimis tapi sangsi. Ukuran tafsir adalah ukuran hikmah atau fungsi reflektif yang memberi pengaruh tertentu pada penafsir. Efek kepada pembaca. Sejauh apa karya sastra memberi efek bagi pembacanya, dan se...

Overload

Lemari baju saya tidak bisa menampung baju lagi. Penuh, sementara di kamar masih ada segunung pakaian kotor yang belum saya cuci. Namun keinginan beli baju lagi, selalu ada. Selalu ada. Kepala saya beberapa hari ini juga begitu. Over-aktif. Sudah tidak bisa menampung pikiran lagi. Namun kata-kata baru selalu ada. Saya punya blog, menulis 2 buku harian, berbagi informasi di WhatsApp dan 2 akun Instagram, tetapi kata-kata terus ada. Saya bicara serius tentang suatu topik dengan 4 orang sekaligus via chat. Namun kata-kata masih ada. Saya nonton film untuk meredam kata-kata. Pukul 11 malam, saya tidur. Dan dalam mimpi kata-kata ada. Saya bangun pukul 6 dengan kepala penuh kata. Rasanya ingin terus bicara, merilis kata-kata dalam kepala ini. Barangkali isi kepala saya adalah sebuah kamus yang harus dicuci. Saya tahu saya butuh puisi. Namun dalam situasi begini, menulis puisi hanya akan menjadi bak pembuangan. Sementara tubuh dan psikis saya belum siap menyambut puisi. Sebab isinya itu...

Hopla