Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Berpikir lagi

Kejujuran itu apa? Selama ini saya tidak pernah ragu pada pilihan-pilihan esensial yang saya tempuh. Sebab saya jujur pada hati saya. Apalagi belakangan ini. Kejujuran adalah satu-satunya yang menyelamatkan saya dari kamar yang terkunci. Tapi tiba-tiba, pikiran yang mereka ulang segalanya, mereka ulang juga arti kejujuran dalam kepala saya. Tiba-tiba saya merasa kejujuran tidaklah cukup. Atau bahkan, tidak ada orang di dunia ini yang membutuhkannya. Saya kira kita harus jujur sebab hati kita ini bukan milik kita sendiri. Tapi ternyata ada juga tabrakan bahwa tidak semua orang menerima kejujuran yang kita rilis susah payah itu. Saya cuma membayangkan hidup dengan kejujuran. Tanpa perlu menimbang efeknya. Sebab saya percaya pada kebaikan. Sangat percaya. Dan hati yang dimiliki oleh-Nya hanyalah hati yang diisi kebaikan. Jadi kejujuran seharusnya selalu bisa diterima. Selalu baik. Tapi mungkin saya perlu berpikir lagi. 2019

Balikan

Surabaya, bukankah aku pernah mencintaimu dan aku pernah kaucintai? Kalau di masa silam aku pernah berniat pergi, apakah ini adalah kecemburuanmu? Apakah aku kekasih yang buruk buatmu? Tentu. Tentu saja aku kekasih yang buruk. Ini pasti kecemburuanmu. Yang menghukumku dengan segala keburukan dan kesedihan. Surabaya, apa kita bisa balikan? Ya. Aku akan buat kita balikan. 2019

Yk, Sudah di Rumah

Sebagai upaya terakhir memahami dan mengembalikan diri pada tempatnya, saya pulang ke rumah. Kenapa hati kita bisa menentukan beberapa hal dengan semena-mena? Seperti merasa mengenal seseorang lama sekali. Sebuah kota saya rindukan sampai ke dasar mimpi, dan seolah bicara di tiap langkah yang saya ambil untuk pergi, "jangan pergi. Tetap di sini." Saya mendengarnya. Seorang Kekasih yang mencintai saya melebihi siapapun - di dunia. Mengamankan diri saya dalam pelukan dan keramaiannya yang akrab. Tidak hangat. Akrab. Dan perjalanan ke Surabaya dari sini tidak pernah tidak semenjengkelkan ini. Belum sampai nyaman duduk saya di kereta, Surabaya telah membariskan daftar tunggu pemburu untuk menembaki saya lagi. Saya telah lolos dari sebuah ancaman kematian. Sekarang sedang menunggu ancaman lain. Ah, saya sungguh membutuhkan diri saya sendiri. Bersalaman, seperti dalam puisi Wahyu, bersalaman. Tanpa ucapan-ucapan. Kalau mungkin Tuhan menciptakan saya dari kumpulan tanah ya...

Menemui Kehidupan

Teringat seorang penyair tua. Pernah kami bercakap di sebuah sore dan seorang penyair menyatakan saya jenis yang terpisah dari manusia-manusia abad ini. Ia bertanya - sering saya ulang kisah ini-, "menurutmu cinta itu apa?" Sering saya ulang kisah ini. Sudah dulu saya menyadari mungkin saya tidak seberuntung itu, menemukan cinta. Saya percaya itu ada, tapi jarang terjadi. Saya lebih tertarik memikirkan kedatangan seseorang yang mau ikhlas berjalan dalam kepala saya yang ruwet. Saya sudah menyiapkan rute yang paling enak kalau ada yang mau - dan bisa. Kalau kenyataan beberapa waktu lalu saya ketemu seseorang yang -bahkan sebelum mengambil langkah pertamanya - tiba-tiba sampai di pusat kepala saya, membuka sebuah pintu, tentu hal yang lebih dari mengejutkan. Kalau kenyataan beberapa waktu ini orang itu harus keluar dari kepala saya, tentu lebih dari jungkir balik mengerikan. Tapi bukankah saya telah sangat beruntung? Berbagai sebab membuat saya tidak bisa menyebutnya ...

Mata Jendela

'Kesepian' dan 'kesetiaan' menjadi dua kata yang sangat menyiksa dalam kelindan puzzle larik puisi Sapardi yang baru tercitrakan dalam cakrawala saya sore ini. Puisi-puisi itu, yang selama ini berdiri sendiri membawai judulnya, mendadak saling bergandeng tangan, erat sekali. Saya tidak menduga bahwa jalan menuju jantung subjek lirik Sapardi pada akhirnya tidak saya tempuh dengan menyusuri 'rute pagi' tapi 'rute malam'. Menyusuri malam dalam puisi-puisi Sapardi. Menyusuri langit mati. Beberapa hari ini, puisi "Nokturno" sangat mengganggu. Seperti wajah seseorang yang tiba-tiba menjadi jelas kalau kamu merem. Figur cahaya bintang  yang muncul di sana mengaitkan diri dengan kegelisahan yang sama dalam puisi "Aku Tengah Menantimu". .../ Waktu dan gairah telanjang di sini/ bintang-bintang gelisah/.. Ya. Bintang. Dari situ saya bergerak ke puisi-puisi lain yang memuat diksi 'malam' dalam antologi Mata Jendela . Delapan puisi ...

Lettre d'Offre

gadis kecil tanyakan padaku sebuah pertanyaan tanyakan lagi tanyakan lagi yang bisa kujawab sepenuh keyakinan apakah bulan balon helium yang melayang di dalamnya seekor kunang-kunang raksasa tanyakan lagi tanyakan yang lain apakah matahari bercahaya oleh senandung keriangan dari rokmu yang mekar bersama bunga-bunga pukul tujuh tanyakan padaku sebuah pertanyaan sebuah simbol yang akan kucari di buku-buku sejarah yang akan kucuri dari sebuah ode panjang untuk peri echo yang menderita atau lirik-lirik doa kuno yang tidak digunakan lagi sebab manusia telah menjelajahi bintang-bintang dan planet tanpa bantuan mantra gadis kecil tanyakan padaku yang kucerna dari mimpi sebuah rumah dari batu dingin untuk kita huni selamanya sementara orang-orang melalang dengan jemari yang patah siku yang lecet alas kaki yang mengelupas di jagat tanpa batas itu jatuh seribu kali ke lubang hitam tanyakan lagi tanyakan terus segala ketidaktahuanmu dan ketidaktahuanku y...

Kerusakan

9 Oktober 2019 Sebuah energi negatif mahabesar sedang mengancam saya. Benar agaknya, seharusnya saya mengurung diri sampai setelah tahun ini habis. Tapi seseorang membuat saya keluar dari tempat aman. Seseorang dengan tarikan yang tidak bisa saya tolak. Saya jadi perahu kecil yang linglung di tengah garis lautan dua warna. Sial! Saya sangat butuh bantuan dan tidak punya energi untuk meminta tolong. Beberapa orang yang saya andalkan untuk menolong saya sedang dalam kesulitan yang tidak kalah ruwetnya. Orang lain, yang demikian menarik itu, mungkin tidak cukup sabar untuk memahami kesulitan saya. Meski saya sudah berpesan padanya: aku lebih sulit selamat dari siapapun. Tidak bisakah situasinya menjadi sederhana: Aku ingin menemanimu dan aku ingin kau jadi temanku. Tidak bisa. Tidak bisa sederhana begitu. Saya sedang menjaga agar sesuatu tidak mengunci dirinya lagi di kamar gelap itu. Sangat sadar bahwa saya butuh orang lain di sini. Lucu sekali. Seolah saya tidak memiliki siapa j...

Hopla