Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Papan Dadu

Seminggu seperti papan dadu. Seseorang menasehati saya dengan kalimat yang saya bikin sendiri. Seperti melihat dirimu memanggil namamu sendiri. Mengatakan bahwa semua pilihan tidak pernah mudah, sekalipun telah begitu jelas. Seperti mengajarimu mengeja lagi. Ada orang-orang dari masa lalu muncul. Mereka seperti angka jam, 11, 10, 9, 8... menarik saya ke belakang. Bukan ke depan. Ke kiri, bukan ke kanan. Saya adalah jarumnya, tidak kuasa menunjuk arah. Lalu tanpa bisa menghindar, saya mengenali hal-hal yang masih sama dan yang telah berubah. Tapi segalanya tidak pernah titik awal. Tidak pernah. Seperti dalam kekalahan dadu, kau tidak pernah balik kaya lagi. Dalam kemiskinanmu ini, kau hanya punya kesempatan untuk menang, bukan mengambil kembali harta lamamu. Kemenanganmu hari ini bukan apologi, apalagi anulir. Ada selalu, kenyataan bahwa kau pernah kalah. Kau hari ini kalah.  Saya tidak tahu kenapa kunjungan dari masa lalu ini terjadi saat saya justru harus mengambil langkah b...

Orang Tua Kita

Seorang teman menelepon untuk berdiskusi tentang adiknya yang gagal masuk PTN. Ia bilang si adik akan jadi korban ide masa depan orang tuanya. Kami berdua, sudah jadi korban lebih dulu. Mungkin pernah saya tuliskan bahwa saya tidak tumbuh dewasa sebagai remaja yang menutup pintu keras-keras dan membakar tempat tidurnya sendiri setelah sebuah malam pertengkaran hebat dengan ibu atau ayahnya atau ibu dan ayahnya sekaligus. Saya dewasa sejak masih TK, dan kini saya masih seorang gadis kecil walau umur lewat dua puluh tiga. Banyak hal yang saya tolelir dalam jiwa saya yang keras dan karatan ini. Saya terbiasa mengamati dan menimang hikmah, sekalipun ia tidak benar-benar ada. Ada dua orang perempuan paling penting yang membentuk kepribadian saya: ibu dan nenek saya. Dua orang perempuan yang saling berteriak mengkritik cara yang lain. Aku yang benar kamu yang salah. Kamu keliru aku yang paling tahu. Tuhan pasti meniatkan saya menjadi titah adi. (Ah, Kesombongan ini lagi!) Maka di dalam...

Tangan

Bagimu, ada hal-hal yang terlalu sulit. Sebab dalam ikatan dengan dunia, batas adalah nas. Pertimbangan-pertimbangan penting dan tidak penting, menghalangi dan mendorongmu kepada sesuatu. Lalu kamu pikir terlalu tidak mampu. Terlalu lemah bahkan untuk menyerah.  Duh, Jagad. Saya sedang dipenuhi kebencian karena ketidakmampuan. Kemarin sore, seorang sales motor mengajukan kertas promosi di pinggir jalan. Saya berkendara pelan, menatap tangan yang terulur itu dari jauh. Lalu saya melewatinya tanpa membalas mengulurkan tangan juga. Saya lalu berpikir, sesore itu, laki-laki sales harus berdiri dan saya mengurangi keberuntungannya dengan membiarkan ia mengulurkan tangan dalam ruang hampa. Tapi kenapa, Jagad, kenapa saya harus menolongnya, membalas uluran tangan itu? Saya kehilangan gairah pada kebaikan. Saya sedang ingin jadi menyebalkan sampai setidaknya ada yang mau percaya bahwa saya sedang menderita kutukan. Duh, mega-mega susah. Kenapa seseorang harus hidup dengan harapan dan ...

Hopla