Mengalami "cuaca buruk" Surabaya dalam seminggu terakhir, saya seolah menemui kekasih yang asing. Kemarin, pukul 8 malam, saya menyeberang -pulang- dari arah Barat kota ke Utara kota, menempuh hujan dan angin. Entah malam, entah hujan, yang menggelapkan Surabaya sepanjang perjalanan. Ruas-ruas jalan protokol lengang. Dan karena itu, jadi kelihatan lebih lebar dari biasanya. Barangkali juga karena itu, saya merasa menghadapi kota yang berbeda. Surabaya yang lain. Melintasi kawasan kota tua, gedung-gedung seperti miniatur diorama. Hujan mempertegas garis yang dibentuk sorotan lampu kota. Serbuk air dalam serbuk cahaya. Taburan yang ganjil. Tiap kali lewat di bawah sorot lampu, pandangan saya menangkap gerak lambat air yang jatuh. Serentak. Padu. Dari kota tua ke kawasan Pecinan, gerai-gerai toko dan perkantoran tutup seolah merampas ingatan tentang siang hari yang sibuk. Saya lewat sana sebelumnya, beberapa jam yang lalu. Kini orang-orang tiada. Menghilang. Lenyap....
Impresi-impresi aneh selama menjadi pembaca (dan penulis)