malam memetik gitar itu lagi, menunduk menghitungi kord yang jatuh ke bumi tanah dalam denting musik sedih, mengembangkan pohon-pohon seorang anak jalanan bersuara dalam koran yang dipeluknya, esok mereka akan dipulangkan ke laut sebagai sebuah lagu pop tapi surabaya tidak bernyanyi di situ, kota yang dinafkahi diskusi sumbang memungut matahari bekas 12 siang ke dalam puisi ini menggoyangkan jalan-jalannya ke arah pantura, dan tagihan-tagihan belanja membentuk koloni keruwetan di lembaran karcis bus siapa kondektur di sini, mencatat bau sampo biduan yang membuang hatinya di tepi brantas - ada iklan di situ mengambang dengan warna keruh ada kapal dalam lagu ini - kalau kau mau mengarangnya - berusaha membuka layarnya sendiri angin membenturkan kunci-kunci di pohon, menaikkan tempo, seperti merenungi pintu dalam sebuah puisi yang gagal ditulis tapi orang-orang tenggelam di laut lain seperti orang mati enggan kembali ke surabaya yang kehilangan melodi dan senyum...
Impresi-impresi aneh selama menjadi pembaca (dan penulis)