Kakek saya seorang tentara angkatan laut. Berpuluh tahun lalu, ia di dalam kapal selam negara menggumamkan wira ananta rudira dalam hati. Tabah sampai akhir. Sambil awas kalau radar, yang besarnya memenuhi enam puluh persen ruang mesin itu, menangkap benda-benda ganjil. Tabah sampai akhir. Seandainya diselami, maka kalimat itu mungkin juga seperti samudra, yang biru namun hitam dasarnya. Dan kita bertaruh sampai batas dada kita menampung udara. Apa yang lebih membebani hidup ini selain ketabahan? Di antara kemungkinan yang mahaluas, kita berkali-kali menabrak dinding batas. Tampak dan tidak tampak. Kita merasakan sakitnya, merasakan darah kita sendiri. Dan apakah kita memilih menjelajahi rimba ini dengan tunduk pada rasa sakit, atau mengobatinya dalam kesenyapan, kita mengukur panjang bumi ini dengan kaki dan tangan kita. Suatu hari kita mengukur tinggi langit itu juga, dengan kaki dan tangan kita. Dan kita memanggul ketabahan di pundak. Sampai bongkok. Apakah ia akan menjelma s...
Impresi-impresi aneh selama menjadi pembaca (dan penulis)