Kesibukan teater sedang menyita saya. Ruang buat puisi, ada, tapi tidak ada. Sebab saya belum menyediakan waktu berpikir, menjawab: mengapa puisi harus tetap ada. Saya melihat orang-orang di sekitar saya dari hari ke hari. Semakin kehilangan harapan. Mungkin saya terlalu angkuh, melahirkan puisi adalah melahirkan diri saya sendiri. Apakah saya rela, melahirkan diri di tengah dunia yang terkutuk ini. Saya mungkin belum mengilhami kebijakan seorang ibu. Mengandung dan mengusahakan setengah mati kelahiran putranya. Mengapa saya harus menyerahkan putra saya kepada dunia ini? Kecuali alasan-alasan untuk memilikinya sendiri? Tidak. Itu alasan yang picik. Saya memang belum siap.
Impresi-impresi aneh selama menjadi pembaca (dan penulis)